PERDARAHAN POST PARTUM
BATASAN
Perdarahan post partum adalah
perdarahan yang melebihi 500 ml (pada persalinan pervaginam) atau melebihi 1000
ml (pada persalinan dengan bedah sesar) yang terjadi setelah bayi lahir (Williams
Obstetrics menggunakan batasan perdarahan yang terjadi setelah kala
III lengkap). Perdarahan post partum dapat mulai terjadi sebelum maupun setelah
terlepasnya plasenta. Disebut perdarahan post partum primer jika
perdarahan post partum terjadi dalam 24 jam, jika terjadi setelah 24 jam tetapi
sebelum 12 minggu post partum disebut perdarahan post partum sekunder.
Untuk kepentingan klinik, setiap
kehilangan darah yang berpotensi menyebabkan instabilitas hemodinamik ibu harus
dianggap sebagai perdarahan post partum.
PATOFISIOLOGI
Secara normal, setelah bayi lahir uterus
akan mengecil secara mendadak dan akan berkontraksi untuk melahirkan plasenta,
menghentikan perdarahan yang terjadi pada bekas insersi plasenta dengan
menjepit pembuluh darah (disebut “living ligatures of the uterus”) pada
tempat tersebut. Apabila mekanisme ini tidak terjadi atau terdapat sesuatu yang
menghambat mekanisme ini (adanya sisa plasenta, adanya selaput plasenta yang
tertinggal, adanya bekuan darah, dsb.) akan terjadi perdarahan akibat lumen
pembuluh darah pada bekas insersi plasenta tidak tertutup atau tertutup tidak
optimal. Perdarahan juga dpat terjadi akibat adanya robekan pada jalan lahir,
dan gangguan pembekuan darah.
GEJALA KLINIS
Penyebab terjadinya perdarahan post
partum, secara mudah adalah 4-T:
a) Tonus : atonia uteri, kandung
kemih yang over distensi.
b) Tissue : retensi plasenta
(sisa plasenta) dan bekuan darah.
c) Trauma : perlukaan pada vagina, serviks,
atau uterus.
d) Trombin : gangguan pembekuan darah (bawaan atau
didapat).
FAKTOR RISIKO
Faktor risiko untuk terjdinya perdarahan
post partum adalah: kehamilan pertama kali, ibu gemuk, bayi besar, kehamilan
kembar, persalinan lama atau persalinan dengan augmentasi, dan perdarahan
antepartum. Paritas tinggi bukan faktor risiko yang kuat. Yang penting
untuk diingat adalah: perdarahan post partum primer bahkan sering terjadi
pada wanita risiko rendah, yang sering tidak diperkirakan.
PENGELOLAAN PERDARAHAN POST PARTUM
PRIMER
a) Mintalah bantuan apabila menghadapi kejadian ini (perlu pendekatan
multidisipliner). Pasanglah infus dengan jarum besar (jika belum terpasang)
untuk menjamin sirkulasi yang adekuat dan untuk memudahkan memasukkan
obat-obatan, sebelum sirkulasi menjadi kolaps.
b) Lakukan pijat uterus (masase uterus) sampai berkontraksi baik. Banyak bukti
yang mendukung bahwa “masase uterus” dapat mencegah terjadinya perdarahan post
partum akibat atonia uterus.
c) Identifikasi adanya laserasi jalan lahir dan lakukan perbaikan. Tempatkan
jahitan pertama kali setidaknya 1 cm di atas ujung luka. Lakukan pengamatan
daerah yang akan dijahit dengan adekuat, jika perlu penjahitan dilakukan di
kamar operasi.
d) Lakukan eksplorasi rongga rahim untuk memastikan tidak adanya laserasi
uterus dan menjamin tidak adanya sisa plasenta dan bekuan darah dalam rongga
rahim.
e) Ambilah contoh darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan jumlah trombosit,
golongan darah, fibrinogen, produk-produk pemecahan fibrin, prothrombin
time, dan partial prothrombin time.
f) Berikan uterotonika:
1) Oksitosin 20 – 80 UI dalam 1000 cc NaCl / RL secara drip. Pemberian 20 U
oksitosin dalam 1000 ml NaCl / RL cukup efektif jika diberikan dengan secara
drip dengan dosis 10 ml/ menit (20 mU oksitosin per menit) yang disertai dengan
masase uterus yang efektif; dan atau
2) Misoprostol 800 – 1000 ug (4 – 5 tablet) secara rektal. Misoprostol dapat
diberikan sebagai alternatif pada persalinan pervaginam jika oksitosin tidak
tersedia.
3) Methil ergometrin 0,2 mg secara IM (jangan diberikan pada penderita darah
tinggi) setiap 2 – 4 jam, dan atau
4) Carboprost tromethamine (jika tersedia) 0,25 mg IM setiap 15 – 90 menit.
Dosis maksimal 2 mg (jangan diberikan pada penderita asthma).
Pemberian misoprostol 800 ug secara rektal
biasanya dipergunakan sebagai“obat lini pertama” untuk pengelolaan
perdarahan post partum, oleh karena secara bermakna menurunkan risiko
kemungkinan tetap adanya perdarahan setelah intervensi. Akan tetapi tidak ada
cukup bukti untuk menunjukkan bahwa misoprostol lebih baik dibanding dengan
kombinasi oksitosin dan ergometrin saja dalam pengelolaan perdarahan post
partum. Juga tidak cukup bukti untuk menentukan kombinasi obat
terbaik, cara pemberian, dan dosis obat dalam pengelolaan perdarahan post partum.
g) Pasang kateter menetap untuk memantau produksi urine.
h) Jika dicurigai adanya retensi sisa plasenta, dapat dilakukan kuretase.
i) Jika diperlukan dapat diberikan transfusi darah dan produk darah.
j) Tetap monitor penderita, jangan ditinggalkan sendirian.
PENGELOLAAN PERDARAHAN POST PARTUM
SEKUNDER
Sampai saat ini tidak ada informasi
penelitian secara RCTs (randomised controlled trials) untuk pengelolaan
perdarahan post partum sekunder.
PADA KASUS TIDAK RESPONSIF TERHADAP
OXYTOCIN
Perdarahan yang masih tetap berlangsung
setelah pemberian oksitosin berulangkali, mungkin disebabkan oleh adanya
laserasi jalan lahir. Segera lakukan langkah-langkah yang berikut:
1) Lakukan kompresi bimanual.
2) Cari bantuan tenaga.
3) Pasang infus jalur ke dua dengan jarum yang besar, sehingga drip oksitosin
tetap dapat diberikan, dan dapat diberikan cairan lain/darah melalui infus yang
ke dua. Oleh karenanya setiap pasien obstetri harus diketahui golongan darahnya
sebelum persalinan. Pada kondisi sangat darurat, golongan darah “O” dengan
golongan “Rhesus Negatif” dapat diberikan.
4) Lakukan ekplorasi rongga rahim kembali untuk memastikan tidak adanya sisa
plasenta, tidak adanya bekuan darah, dan laserasi uterus/robekan uterus.
5) Lakukan eksplorasi jalan lahir untuk memastikan tidak adanya robekan
serviks dan vagina. Lakukan penjahitan secara benar jika ditemukan laserasi
jalan lahir.
6) Lakukan pemasangan kateter menetap untuk memantau produksi urine.
7) Pada kasus yang tetap tidak memberikan respon terapi dengan langkah-langkah
di atas, pertimbangkan untuk melakukan intervensi pembedahan. Tindakan yang
dapat dilakukan: mengikat arteria uterina, mengikat arteria iliaka interna,
melakukan kompresi uterus dengan tehnik B-Lynch, penggunaan tampon
uterus atau dengan mempergunakan Foley kateter 24F yang kemudian diisi dengan
60 – 80 NaCl (pada penderita yang menginginkan fertilitasnya
dipertahankan). Tindakan tersebut dapat dikombinasikan sebelum memutuskan untuk
melakukan histerektomi.
PENYULIT
Penyulit yang dapat terjadi pada
perdarahan post partum adalah: syok hipovolemik, DIC, gagal ginjal, gagal hati,
ARDS, dan kematian penderita.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.
Obstetrical hemmorrhage. In: Williams Obstetric. 23rd Ed. McGrawHill Medical,
New York, 2010.
2. Crawford JT, Tolosa JE. Abnormal third stage of labor. In: Berghella V.
Obstetric evidence based guidelines. Series in Maternal Fetal Medicine. Informa
healthcare, UK, 2007.
3. Hofmeyr GJ, Neilson JP, Alfirevic Z, Crowther CA, Gulmezoglu AM,
Hodnett ED, Gyte GML, Duley L. A cochrane pocketbook. Pregnancy and childbirth.
John Wiley and Son Ltd. The Cochrane Collaboration. 2008.
4. Thorp JM, Jr. Clinical aspects of normal and abnormal labor. In: Creasy RK,
Resnik R, Iams JD, Lockwood CJ, Moore TR. Creasy and Resnik’s maternal – fetal
medicine. Principles and practice. 6th Ed. Saunders elsevier, 2009. p 691 –
717.
5. Leduc D, senikas V, Lalonde AB. Activemanagement of the third stage of
labour: prevention and treatment of postpartum hemorrhage. SOGC Clinical
Practice Guideline. JOGC, Oktober 2009. p 980 – 93.
0 komentar:
Posting Komentar